Jakarta -Kasus dugaan penipuan haji furoda kembali mencuat dan menyita perhatian publik. Hingga kini, sosok yang diduga sebagai pelaku, H. Mansyur, belum juga menampakkan diri di kediamannya. Beberapa korban mengaku kecewa dan putus asa karena belum ada kejelasan terkait pengembalian dana yang telah mereka setorkan untuk berangkat haji melalui program furoda tersebut.
Salah satu korban, Dadan, mengungkapkan kekecewaannya dengan nada marah saat ditemui oleh sejumlah awak media. Ia menceritakan bahwa hingga kini dirinya belum pernah bertemu langsung dengan H. Mansyur, meskipun sudah lama mempercayakan urusan keberangkatan hajinya kepada sosok yang mengaku memiliki koneksi kuat di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
“Uang kami belum kembali. Tidak seperti apa yang ia katakan ketika menyampaikan di Hotel Ibis waktu itu,” ujar Dadan dengan nada tinggi, menahan amarah dan kecewa yang mendalam.
“Ini jelas penipuan, karena dari gelagatnya saja sudah gak bener,” tambahnya lagi.
Menurut Dadan, awal mula kepercayaannya terhadap H. Mansyur berangkat dari reputasi yang tampak meyakinkan. Sosok Mansyur dikenal oleh beberapa pihak sebagai orang yang aktif di lingkungan Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Nama besar lembaga negara yang disematkan di belakangnya membuat banyak calon jamaah yakin untuk menitipkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah demi berangkat haji tanpa antrean panjang melalui jalur furoda.

“Ya gimana gak percaya? H. Mansyur kan orang Kanwil Kemenag DKI Jakarta. Kalau bukan karena itu, mana mungkin kami berani setor uang sebesar itu,” ujarnya dengan nada datar, namun penuh harap agar uangnya dapat kembali.
Janji Manis di Hotel Ibis
Dadan menuturkan, pada awalnya H. Mansyur sempat menggelar pertemuan di salah satu hotel di kawasan Jakarta, tepatnya di Hotel Ibis, untuk meyakinkan para calon jamaah. Dalam pertemuan itu, Mansyur berbicara dengan penuh percaya diri mengenai legalitas dan kesiapan keberangkatan haji furoda tahun ini. Ia menjanjikan bahwa semua jamaah akan diberangkatkan melalui visa resmi, dengan fasilitas hotel dan layanan terbaik di Tanah Suci.
Namun, janji tinggal janji. Setelah waktu keberangkatan semakin dekat, komunikasi mulai tersendat. Beberapa jamaah mulai curiga karena dokumen keberangkatan yang dijanjikan tidak pernah kunjung keluar. Puncaknya, ketika mendekati jadwal keberangkatan, H. Mansyur tidak lagi bisa dihubungi, bahkan hingga kini tidak pernah terlihat di kediamannya.
“Waktu itu kita dijanjikan akan berangkat pertengahan Juni. Tapi sampai sekarang gak ada kabar apa-apa. Uang sudah disetor, tapi keberangkatan nihil,” tutur Dadan.
Upaya Konfirmasi ke Kanwil Kemenag
Merasa tidak ada kejelasan, para korban akhirnya mencoba mencari titik terang dengan mengunjungi Kantor Wilayah Kementerian Agama. Di sana, mereka diterima oleh Bapak H. Amin, salah satu pejabat yang mengenal H. Mansyur secara pribadi. Dalam pertemuan tersebut, H. Amin sempat menenangkan para korban dan memberikan jaminan bahwa H. Mansyur akan mengembalikan uang jamaah.
“Kami sudah konfirmasi langsung ke Kanwil Kemenag. Saat itu kami bertemu dengan Bapak H. Amin. Beliau mengatakan dan menjamin bahwa H. Mansyur akan mengembalikan uang jamaah,” ungkap Dadan.
Namun, kenyataannya hingga kini tidak ada satu pun bukti atau tindakan nyata dari pihak H. Mansyur. Para korban merasa kecewa karena janji yang disampaikan melalui H. Amin tersebut tak kunjung terbukti.
“Katanya mau dikembalikan, tapi nyatanya gak ada itikad baik sama sekali. Sudah berbulan-bulan kami tunggu, tapi tetap nihil,” tambah Dadan dengan nada kesal.
Kerugian Tak Hanya Soal Uang
Lebih dari sekadar kehilangan uang, Dadan mengaku dirinya juga mengalami tekanan psikologis yang berat. Ia merasa malu terhadap lingkungan sekitar karena sempat bercerita kepada banyak orang bahwa dirinya akan berangkat haji tahun ini. Tak hanya itu, beban moral dan perasaan tertipu membuat semangat hidupnya menurun drastis.
“Saya hanya ingin uang saya kembali saja. Kalau dihitung-hitung, pengeluaran sudah besar, belum lagi malu sama lingkungan. Psikologis saya drop,” ucapnya lirih. “Saya ini cuma orang biasa, nabung bertahun-tahun buat bisa berangkat haji, tapi malah ditipu.”
Cerita serupa juga datang dari beberapa calon jamaah lainnya yang mengalami nasib sama. Mereka mengaku sudah berusaha menghubungi pihak keluarga H. Mansyur, namun tidak ada tanggapan. Beberapa bahkan sudah melapor ke pihak berwajib, namun proses hukum berjalan lambat karena belum ditemukan keberadaan pelaku.

Nama Baik Kementerian Agama Tercoreng
Kasus ini menjadi pukulan berat bagi citra Kementerian Agama, karena nama institusi tersebut kerap disebut-sebut oleh para korban sebagai alasan utama mereka percaya terhadap program yang ditawarkan oleh H. Mansyur. Dugaan bahwa pelaku memanfaatkan status atau kedekatannya dengan pejabat Kemenag untuk menarik kepercayaan masyarakat menjadi perhatian serius publik.
Salah seorang tokoh masyarakat Subang yang ikut mendampingi korban menilai, tindakan seperti ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng nama baik penyelenggara haji di Indonesia.
“Kalau benar dia mengaku orang Kemenag, ini parah. Karena masyarakat pasti percaya sama institusi resmi. Makanya orang-orang seperti ini harus ditindak tegas,” ujarnya.
Program Haji Furoda sebenarnya adalah jalur haji resmi nonkuota yang difasilitasi oleh pemerintah Arab Saudi, dan pelaksanaannya di Indonesia harus dilakukan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) berizin resmi dari Kementerian Agama. Namun dalam praktiknya, banyak oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat dengan mengatasnamakan program furoda untuk mencari keuntungan pribadi.
Kelemahan sistem pengawasan serta minimnya verifikasi terhadap lembaga penyelenggara membuat masyarakat mudah tertipu oleh modus seperti ini. Mereka dijanjikan keberangkatan cepat tanpa antrean, padahal visa yang dijanjikan sering kali tidak pernah ada.
“Kami berharap Kemenag benar-benar turun tangan. Jangan sampai banyak masyarakat lain yang jadi korban,” ungkap Dadan. “Nama furoda jadi jelek karena ulah oknum seperti ini.”
Harapan Terakhir: Uang Kembali dan Keadilan Tegak
Kini, para korban hanya berharap agar kasus ini segera diselidiki secara tuntas dan dana mereka dapat dikembalikan. Dadan dan rekan-rekannya sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian, namun hingga kini belum ada perkembangan berarti. Rumah H. Mansyur dikabarkan selalu sepi dan tidak berpenghuni. Beberapa warga sekitar juga mengatakan bahwa sudah lama tidak melihat sosok tersebut.
“Setiap kali kami datang, rumahnya sepi. Gak pernah ada orang. Udah kayak hilang ditelan bumi,” ungkap salah satu korban lain.
ia mengatakan dengan nada tegas,“Memang kami menyetor melalui salah satu travel di Bogor. Saya tahu travel tersebut amanah, baik, dan memiliki izin resmi. Hanya saja, pelakunya yang tidak baik,” ujarnya lagi.
Para korban berharap aparat penegak hukum serius menindaklanjuti kasus ini, karena jumlah korban diperkirakan lebih dari sepuluh orang, dengan total kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Mereka juga menyerukan agar masyarakat berhati-hati dan selalu memverifikasi legalitas penyelenggara ibadah sebelum melakukan pembayaran.
“Cukup kami yang jadi korban. Jangan sampai ada lagi yang tertipu oleh janji manis dan gelar palsu,” pungkas Dadan menutup pembicaraan dengan wajah lesu.
Kasus dugaan penipuan haji furoda yang melibatkan H. Mansyur menjadi pengingat keras bagi masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap tawaran berangkat haji cepat tanpa antrean, apalagi jika tidak melalui jalur resmi yang diawasi oleh Kementerian Agama. Keinginan beribadah memang mulia, tetapi tetap harus disertai kehati-hatian, verifikasi, dan kewaspadaan agar tidak berujung penyesalan.
( sb)
More Stories
Langkah Kemenag Wujudkan Asta Cita: dari Jaga Kerukunan untuk Pembangunan hingga Sejahterakan Guru
Temui Menpan, Wamenag Optimistis Hari Santri Ada Kado Izin Prakarsa Ditjen Pesantren
Rapat Pembentukan Panitia Munas FPRN Hasilkan Komitmen Solid