
Bogor, 16 Oktober 2024 — Sebuah insiden memalukan terjadi di lingkungan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bogor. Seorang pejabat berinisial SN diduga memperlakukan Ketua Lembaga Pers secara tidak pantas dalam sebuah pertemuan resmi, yang semula dijadwalkan untuk membahas kelengkapan dokumen pemberkasan.
Alih-alih berdialog secara profesional, sang pejabat justru memerintahkan Ketua Lembaga Pers meninggalkan ruangan tanpa alasan yang jelas.
Kejadian yang berlangsung di kantor Diskominfo tersebut sontak menuai sorotan publik. Banyak pihak menilai tindakan tersebut mencerminkan mentalitas feodal dalam birokrasi modern, dan bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi yang selama ini digaungkan oleh pemerintah daerah.
Pelanggaran Etika dan Prinsip Pelayanan Publik
Menurut kronologi, Ketua Lembaga Pers telah melalui prosedur keamanan dan diarahkan oleh staf ke ruang pejabat yang memanggilnya. Namun sesampainya di sana, ia justru disambut dengan nada tinggi dan sikap arogan.
Tanpa dialog dan tanpa alasan yang rasional, pejabat SN meminta agar tamunya meninggalkan ruangan.
Tindakan ini jelas tidak sejalan dengan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menegaskan hak warga untuk mendapatkan pelayanan yang santun, nondiskriminatif, dan bebas dari penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, PP No. 96 Tahun 2012 mengatur bahwa penyelenggara layanan publik wajib menjunjung tinggi etika, sopan santun, serta menghormati hak setiap warga negara.
Dengan demikian, tindakan pejabat Diskominfo tersebut bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi juga indikasi maladministrasi sebagaimana dimaksud dalam kewenangan Ombudsman Republik Indonesia.
Diskominfo Harus Dievaluasi
Sebagai lembaga yang menjadi tulang punggung komunikasi publik Pemerintah Kabupaten Bogor, Diskominfo semestinya menjadi teladan dalam keterbukaan, pelayanan prima, dan komunikasi publik yang beretika.
Namun, insiden ini memperlihatkan ketidaksiapan aparatur dalam menerapkan nilai dasar ASN — berorientasi pelayanan, akuntabel, dan berintegritas.
Ironisnya, di saat laman resmi PPID Kabupaten Bogor (ppid.bogorkab.go.id) menyediakan kanal keterbukaan informasi, justru pejabat internalnya memperlihatkan sikap tertutup dan tidak menghargai peran pers sebagai mitra strategis pemerintah dalam demokrasi dan kontrol sosial.
Tuntutan Perbaikan dan Akuntabilitas
Insiden ini tidak boleh dianggap sepele. Untuk menjaga kepercayaan publik, Diskominfo Kabupaten Bogor perlu mengambil langkah-langkah korektif sebagai berikut:
- Melakukan investigasi internal terhadap pejabat berinisial SN dan pihak-pihak terkait.
- Menyampaikan permohonan maaf resmi secara terbuka kepada Ketua Lembaga Pers.
- Melaksanakan pelatihan etika pelayanan publik bagi seluruh jajaran staf dan pejabat.
- Menyusun SOP penerimaan tamu dan mitra pers agar kejadian serupa tidak terulang.
- Membuka ruang dialog dan klarifikasi publik bersama lembaga pers untuk memulihkan kepercayaan.
Langkah-langkah tersebut menjadi penting bukan semata demi menjaga citra, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum terhadap amanah pelayanan publik.
Cermin Buram Birokrasi dan Harapan Pembenahan
Kasus ini seharusnya menjadi cermin evaluasi menyeluruh bagi Pemkab Bogor, khususnya Diskominfo, agar tidak terjebak dalam arogansi jabatan dan kekuasaan kecil di ruang birokrasi.
Pelayanan publik tidak boleh dikotori oleh perilaku kasar, intimidatif, apalagi diskriminatif.
Publik menanti komitmen nyata dari Diskominfo Kabupaten Bogor — apakah akan menutup mata terhadap perilaku sewenang-wenang, atau berbenah menjadi lembaga yang benar-benar melayani rakyat dan menghormati mitra pers.
Kejadian ini bukan sekadar persoalan personal antara pejabat dan Ketua Lembaga Pers, tetapi refleksi dari wajah birokrasi kita hari ini.
Ketika pejabat publik masih menganggap dirinya “penguasa”, bukan “pelayan rakyat”, maka reformasi birokrasi hanya tinggal slogan di atas kertas.
Bogor menunggu — apakah Diskominfo siap berubah, atau justru mempertahankan budaya arogansi lama yang semakin menodai wibawa pelayanan publik.
(Redaksi)
More Stories
“Obat Keras Ilegal Marak di Tasikmalaya, Oknum TNI Diduga Terlibat”
Kemenhaj RI Inisiasi Kolaborasi dengan KPK, Perkuat Integritas Penyelenggaraan Haji
Solusi Haji Tanpa Antri dan Perbedaannya dengan Haji Furoda dan Haji Lainnya